TERAMEDIA.ID,KOTA KENDARI- Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki beberapa komoditi unggulan tanaman perkebunan, diantaranya yakni kelapa sawit, kakao, jambu mete dan cengkeh.
Sementara untuk jenis tanaman hortikultura ada cabai, bawang merah, dan bawang putih.
Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, La Haruna mengatakan untuk tetap mempertahankan komoditi tersebut pihaknya rutin melakukan pengembangan serta peningkatan guna mendorong ekonomi masyarakat, terkhusus para petani.
Tak sampai disitu, petani kini mampu memasok hasil kebunnya hingga keluar daerah, bahkan keluar negeri guna memenuhi permintaan pasar internasional.
Untuk produksi selama tahun 2022, kakao menempati posisi utama komoditi dengan produksi terbanyak di Sultra yakni sebanyak 104.649 ton.
Kemudian disusul Jambu Mete sebanyak 36.285 ton, Cengkeh 13.438 ton dan Kelapa Sawit 8.467 ton.
“Kelapa sawit dan kakao ini sudah mulai ekspor,” kata La Haruna saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (31/8/2023).
Sementara untuk pengembangan kelapa sawit, Haruna menyebut sudah dikembangkan di beberapa daerah daratan Sultra.
Diantaranya berada di Kabupaten Kolaka, Kolaka Timur (Koltim), Kolaka Utara (Kolut), Konawe, Konawe Selatan (Konsel) dan Muna yang saat ini sudah mulai produksi.
Kemudian mulai perluasan pengembangan di Kabupaten Muna Barat (Mubar).
Sekretaris Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, La Ode Syaifudin mengatakan Sultra masuk 3 besar produksi mete tingkat nasional.
Bersama dengan Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun dari 3 daerah besar ini, produksi mete di Sultra masih relatif kecil.
Ia menyebut hal itu lantaran upaya peremajaan terhadap pohon mete masih sedikit.
“Mete di Muna, Buton ini sudah relatif tua. Kami sudah beberapa kali minta pemilik pohon untuk lakukan peremajaan, tapi susah, mungkin karena untuk tumbuh kembali itu lama prosesnya,” ucapnya.
Selain mete, produksi kakao di Sultra juga semakin menurun setiap tahunnya.
Hal itu terjadi karena kemungkinan para petani kakao beralih ke komoditas lain yang lebih cepat dan tinggi menghasilkan keuntungan.
“Kakao harganya turun, mungkin karena kualitasnya juga yang turun karena serangan hama, dibandingkan dengan daerah lain,” bebernya.
Walaupun demikian, ia mengaku pihaknya tetap melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada para petani untuk terus mengembangkan tanaman komoditi unggulan tersebut. (NV)