TERAMEDIA.ID, KENDARI – Puluhan mahasiswa dari Aliansi Gerakan Pemerhati Pembangunan Kota (Gerbang Kota) menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Rabu, 16 Juli 2025. Massa menuntut transparansi dan keadilan dalam penyelidikan kasus dugaan pengrusakan yang melibatkan anggota polisi aktif, Ipda AG, bersama Hj. Bunga Tang dan Muh. Hijar Tongasa.Aksi ini dipicu oleh lambatnya penanganan laporan warga Kelurahan Lepo-Lepo, YA, terkait kerusakan pagar dan fasilitas panjat tebing miliknya. Koordinator aksi, Sarman, menyatakan kekecewaannya atas proses hukum yang dianggap tidak transparan dan berpotensi melindungi pelaku. Massa menuntut agar Polda Sultra mempercepat dan menuntaskan penyelidikan kasus pengrusakan.Demonstran juga meminta agar kepolisian memanggil Hj. Bunga Tang sebagai pemilik lahan untuk diperiksa dan menetapkan Muh. Hijar Tongasa sebagai tersangka.Selain itu Itwasum Polda Sultra juga harus memanggil penyidik kasus tersebut karena dianggap tidak transparan dan meminta Kapolda Sultra mengganti penyidik yang dianggap tidak kompeten. “Kami menuntut Polda Sultra bertindak adil demi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum,” tegas Sarman. Rabu (16/7/2025). Peristiwa bermula pada Agustus 2023, ketika pembangunan talud di lahan perumahan milik Ipda AG menggunakan alat berat, menyebabkan retakan pada tembok pagar milik YA.Pembangunan sempat dihentikan, namun kembali dilanjutkan hingga talud jebol pada 30 November 2023, menghancurkan pagar dan fasilitas panjat tebing milik YA. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.YA telah melaporkan kasus ini ke Polda Sultra pada Januari 2025, tetapi proses penanganan dianggap lamban. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) diterbitkan pada 17 Februari 2025, diikuti panggilan klarifikasi pada 17 Maret 2025. Upaya mediasi pada 25 April 2025 gagal karena Ipda AG hanya menawarkan ganti rugi Rp20 juta, jauh di bawah nilai kerugian yang dilaporkan.”Saya kecewa dengan lambatnya proses ini. Kerugian saya mencapai ratusan juta, tetapi terlapor hanya menawarkan Rp20 juta. Saya berharap polisi bertindak adil tanpa memihak,” ujar YA.Kuasa hukum YA, Feyrus Okjam, menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya melaporkan kasus pengrusakan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum, tetapi juga melaporkan Ipda AG ke Bidang Propam Polda Sultra atas dugaan pelanggaran kode etik. “Ipda AG diduga membekingi pemilik lahan yang merusak aset klien kami,” kata Feyrus. Ia menduga kelambanan penanganan kasus ini dipengaruhi oleh status Ipda AG sebagai anggota aktif di Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Sultra.setelah kuasa hukum YA berkoordinasi dengan penyidik Propam Polda sultra, untuk menanyakan perkembangan laporan.”jawaban yg di terima ‘menunggu hasil gelar laporan pada Krimum (kriminal umum), sementara kita ketahui bahwa Propam tidak bisa menghentikan aduan kode etik hanya dengan merujuk pada laporan pidana, yang jadi pertanyaan bagi kami adalah kenapa aduan yang kami ajukan lebih dahulu ke Propam harus menunggu proses laporan pidana, Sehingga kami sangat kecewa dengan penanganan tersebut,” pungkasnya.*(DW)
Ipda AG Dilaporkan ke Propam, Mahasiswa Desak Polda Sultra Tuntaskan Kasus Pengrusakan Pagar dan Fasilitas Panjat Dinding
teradmin3 min read
