News

BKSDA Beberkan Faktor Penurunan Populasi Burung Maleo di Habitat

133
×

BKSDA Beberkan Faktor Penurunan Populasi Burung Maleo di Habitat

Share this article

TERAMEDIA.ID, KOTA KENDARI- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara beberkan faktor penurunan populasi burung maleo (Macrocephalon maleo) di habitat aslinya.

Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Sultra Adi Andriamsyah mengatakan perburuan telur burung maleo di alam masih sangat tinggi dilakukan oleh manusia.

Selain itu juga predator alami seperti ular dan biawak turut menyulitkan angka keberhasilan telur maleo menetas di alam.

“Untuk jumlah maleo di margasatwa Buton Utara tapi dia masuk Kabupaten Muna tahun lalu sekitar 28 ekor, jumlah ini turun sekira 24 ekor sekarang,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerja, Senin (17/7/2023).

Terlebih, burung maleo tidak bisa dikembang biakan oleh manusia, dan harus melalui perkembang biakan di alam.

Habitat burung maleo di Sultra sendiri ada di beberapa tempat, untuk kawasan BKSDA Sultra ada dua yakni Kabupaten Muna tepatnya kawasan margasatwa Buton Utara dan suaka margasatwa di Konawe Utara. Sementara untuk habitat lainnya ada di Rawa Aopa, Kabupaten Konawe Selatan.

“Kawasan yang dibawahi BKSDA Sultra sendiri merupakan khusus pelestarian satwa, yakni kawasan suaka alam terbagi lagi menjadi dua cagar alam dan margasatwa,” katanya.

Lebih lanjut Adi menuturkan jika burung maleo merupakan hewan yang setia terhadap pasangannya, pada saat hidup maleo hanya akan kawin dengan satu pasangan. Dalam satu tahun maleo bisa bertelur 3 hingga 4 kali dengan jumlah telur satu biji saja.

” Telur maleo menetas mengandalkan panas dari dalam bumi, tidak bisa kami pindahkan, yang cocok itu kami harus menjadikan satu area dia tetap seperti habitat aslinya tanpa dipindahkan, tapi diangkat dengan tanahnya, karena posisi telur harus sama di bagian atas ada rongga udara tidak boleh terbalik – balik,” jelasnya.

“Cara baik untuk upaya konservasi pelestarian itu dengan menjaga habitatnya, seperti sedia kala dan aman dari tindakan ilegal seperti pencurian telur,” imbuhnya

Untuk menghentikan perburuan telur satwa dilindungi itu pihaknya rutin melakukan sosialisasi, patroli pengawasan dan pembuatan papan larangan sebagai upaya penegakkan. Namun disayangkan aksi itu tidak dibarengi dengan kesadaran dari masyarakat setempat.

” Untuk itu pemerintah menghambat kepunahan dengan menaikan levelnya menjadi satwa dilindungi,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat bisa turut dalam upaya pelestarian, mengingat burung merupakan salah satu satwa khas Sultra yang dilindungi, dan juga agar kedepan anak cucu kita bisa melihat burung cantik tersebut.

Diketahui, Sulawesi Tenggara memiliki 15 kawasan konservasi yakni suaka margasatwa Buton Utara,
Suaka margasatwa Lambusango, cagar alam kakenauwe, cagar alam napabalano, taman wisata alam tirta rimba, suaka margasatwa tanjung peropa, suaka margasatwa tanjung batikolo.

Selanjutnya, Suaka margasatwa tanjung amolengo, cagar alam lamedai, taman wisata alam mangolo, taman wisata alam laut Kep padamarang, dan taman wisata alam laut teluk lasolo.

Reporter : Novi