TERAMEDIA.ID,KOTA KENDARI- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) terus berkomitmen mewujudkan program nyata dari sektor kehutanan Indonesia.
Salah satunya dengan melakukan sosialisasi Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 kepada Pemerintah Provinsi Sultra di salah satu hotel di Kendari, Rabu (8/3/2023).
Dalam kesempatan itu, pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) siap mendukung penerapan FOLU Net-Sink 2030.
Staf Ahli Menteri LHK Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Tasdiyanto mengatakan komitmen Indonesia melalui FOLU Net Sink 2030 mendorong tercapainya tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030, kemudian dilaksanakan melalui pendekatan yang terstruktur dan sistematis.
Program tersebut tak hanya demi kepentingan nasional, melainkan bagian dari kontribusi kepada masyarakat global menuju pemulihan hijau, sekaligus membangun ekonomi yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.
“Ini harus kita antisipasi. Saya rasa juga masyarakat sudah paham bahwa pemanasan global dan perubahan iklim ini sudah semakin nyata terjadi di sekitar kita,” ungkapnya.
“Untuk Kota Kendari, kemarin ada angin kencang itu juga menjadi salah satu indikasi adanya pemanasan global dan perubahan iklim, di daerah lain ada yang banjir kemudian juga ada pengamatan terhadap permukaan air laut yang naik,” tambahnya.
Dalam mengantisipasi itu semua, ia menyebut negara-negara di dunia ini mulai peduli bagaimana untuk berkomitmen mengurangi efek gas rumah kaca.
Dimana fenomena perubahan perubahan iklim ini juga akibat dari prilaku umat manusia secara kolektif melalui berbagai aktivitas, seperti aktivitas transportasi, industri, tambang dan juga kegiatan lain yang menghasilkan gas antropogonik utamanya adalah karbondioksida.
“Karbondioksida ditambah ada gas metana dari aktifitas sektor pertanian dan perternakan jika dalam jumlah yang besar itu akan terakunulasi dan memanaskan atmosfer,” terangnya.
Sebagai tindak lanjutnya, berbagai kegiatan tentunya akan direncanakan di dalam rencana operasional tingkat sub nasional di seluruh provinsi di Indonesia termasuk Sulawesi Tenggara.
Utamanya dalam mempertahankan tutupan hijau atau menghijaukan kembali tempat bekas penambangan.
Di mana ada operasionalisasi 11 aksi mitigasi sektor FOLU diantaranya, pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut.
Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut, pembangunan hutan tanaman, sustainable forest management, rehabilitasi non rotasi
Kemudian restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, serta konservasi keanekaragaman hayati. Secara garis besar juga ada aksi pengurangan emisi, aksi mempertahankan serapan, aksi peningkatan serapan, dan pengembangan kelembagaan.
Sementara itu, Asisten I Setda Sultra Bidang Administrasi Pemerintah Suharno mengatakan Pemprov Sultra akan menindaklanjuti dengan menyusun rencana kerja dan rencana aksi yang terstruktur dan disesuaikan dengan kondisi situasi di Sulawesi Tenggara.
Sehingga saat direalisasikan dampak dari perubahan iklim secara global dan pengaruh emisi gas rumah kaca ini bisa diminimalisir.
Tentunya didukung adanya sinergi antar pemerintah pusat, pemerintah provinsi Sultra, seluruh jajaran kementerian kehutanan yang ada di provinsi Sultra, terutama balai-balai dan dinas-dinas yang ada di Sultra.
“Sulawesi Tenggara kaya akan sumber daya alam, ini kita jaga kelestariannya, jangan hanya dieksplotasi tapi lakukan juga konservasi,” bilangnya.
“Artinya kondisi hutan kita bagaimana kondisi sumber daya kita ini bisa memberikan manfaat banyak orang meskipun diebloitasi tapi juga dipikirkan untuk keberlanjutannya,” pungkasnya.
Perlu diketahui, sosialisasi Indonesia’s Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 itu turut dihadiri Pemprov Sultra, Dinas Kehutanan provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Akademisi/Tenaga ahli, KPH Sultra, dan Mitra KLHK.
Reporter : Novi