TERAMEDIA.ID, KOTA KENDARI — Kasus dugaan keracunan makanan yang terjadi di Kabupaten Buton menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Wakil Gubernur Sultra, Ir. Hugua, menegaskan bahwa kejadian tersebut harus dijadikan pelajaran untuk memperketat standar operasional prosedur (SOP) dalam program penyediaan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hugua menjelaskan, dari hasil penelusuran, kasus keracunan di Buton Tengah dan Buton kemungkinan besar tidak sepenuhnya terkait dengan rantai pasok MBG, melainkan konsumsi makanan tambahan berupa salad yang dicampur mayonaise dan bahan lain yang tidak biasa dikonsumsi masyarakat setempat.
“Kalau saya lihat, yang terjadi di lapangan itu lebih pada dimensi teknis. Masyarakat di kampung belum terbiasa dengan makanan seperti salad dengan mayonaise, lalu setelah itu makan semangka, akhirnya muntah. Jadi kalau keracunan sampai berbahaya, saya tidak terlalu yakin. Program ini sebenarnya terawasi dengan baik, tapi memang ada beberapa SOP yang perlu diperbaiki dan disempurnakan,” jelas Hugua.
Menurutnya, pengalaman tersebut akan dijadikan bahan evaluasi menyeluruh. Gubernur Sultra sendiri sudah mengeluarkan surat edaran untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, mulai dari tingkat provinsi hingga desa, agar kasus serupa tidak terulang.
“Pak Gubernur sudah membuat surat edaran kepada semua pihak. Intinya kita semua harus prihatin, jangan sampai ada lagi keracunan. Saya turun langsung ke lapangan untuk mengecek dan memastikan koordinasi berjalan. Kami bersama KPPG akan segera rapat hingga tingkat kabupaten, kecamatan, sampai desa, supaya program hebat ini benar-benar terkoordinasi dari pusat hingga daerah,” tambahnya.
Langkah pencegahan juga ditegaskan oleh Maharanny Puspaningrum, selaku Wakil Kepala Regional Sulawesi Tenggara. Ia menyebut bahwa setiap dapur SPPG wajib melakukan test food sebelum makanan didistribusikan. Bahkan, pihak sekolah diminta untuk ikut mengawasi dengan melakukan uji organoleptik melalui sampel makanan.
“Di setiap SPPG ada ahli gizi. Test food sebelum distribusi itu wajib. Bahkan pihak sekolah juga meminta sampel agar bisa dicicipi terlebih dahulu sebelum diberikan kepada anak-anak. Itu bentuk pengawasan berlapis, agar makanan yang dikonsumsi benar-benar aman,” terang Maharanny.
Selain itu, Pemprov Sultra juga tengah mendorong penerapan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) untuk semua penyelenggara pangan. Dinas Kesehatan rencananya akan melakukan sosialisasi pada pekan ini dengan melibatkan yayasan, mitra, serta seluruh penyelenggara SPPG.
“Untuk mendapatkan SLHS ada banyak persyaratan, mulai dari pelatihan penjamah pangan, uji kualitas air, hingga pemilihan bahan baku makanan. Semua aspek ini akan dijelaskan secara detail oleh Dinkes. Sosialisasi dijadwalkan antara Selasa atau Rabu besok,” lanjutnya.
Dengan evaluasi SOP, pengawasan ketat di lapangan, serta rencana penerapan sertifikat kebersihan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara berharap program MBG bisa terus berjalan dengan baik tanpa menimbulkan masalah di kemudian hari. “Kuncinya koordinasi dan pengawasan. Program hebat ini harus tetap menjamin makanan yang sehat, bergizi, dan aman bagi anak-anak kita,” pungkas Hugua.*(NF)