NewsMetroPendidikan

UHO Bentuk POKJA Layanan Disabilitas, Wujud Nyata Komitmen Menuju Kampus Inklusif dan Ramah Difabel

×

UHO Bentuk POKJA Layanan Disabilitas, Wujud Nyata Komitmen Menuju Kampus Inklusif dan Ramah Difabel

Share this article

TERAMEDIA.ID, KENDARI— Universitas Halu Oleo (UHO) resmi membentuk dan melantik Kelompok Kerja (POKJA) Layanan Disabilitas yang berada di bawah Unit Penunjang Akademik (UPA) Bimbingan dan Konseling, Selasa (tanggal kegiatan). Pembentukan POKJA ini menjadi langkah konkret UHO dalam mewujudkan kampus yang inklusif, adil, dan ramah bagi mahasiswa penyandang disabilitas.

Pembentukan POKJA tersebut tertuang dalam Keputusan Rektor UHO Nomor 1806/UN29/2025 tanggal 28 Agustus 2025 tentang Pengangkatan Kelompok Kerja Layanan Disabilitas. Prosesi pelantikan dipimpin oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. La Ode Santiaji Bande, yang hadir mewakili Rektor UHO.

Dalam sambutannya, Prof. Santiaji menegaskan bahwa pembentukan POKJA menjadi wujud komitmen kampus dalam memberikan hak belajar yang setara bagi seluruh mahasiswa, tanpa kecuali.

Ia menilai, perhatian terhadap mahasiswa disabilitas bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga bagian dari tanggung jawab akademik universitas dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang manusiawi.

“Mahasiswa difabel harus mendapatkan pelayanan yang sama dengan mahasiswa lain. POKJA ini diharapkan menjadi ruang baru untuk memperkuat semangat inklusivitas di UHO,” ungkapnya.

POKJA Layanan Disabilitas ini diketuai oleh Dr. Nur Rijal, S.Pd., M.Pd., yang akan bekerja bersama tim dari berbagai latar belakang keilmuan. Ia menjelaskan, pembentukan POKJA merupakan tindak lanjut dari kebijakan nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) yang mendorong perguruan tinggi memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD) sebagai bentuk keberpihakan terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus.

Menurutnya, kehadiran POKJA menjadi awal dari sistem pendidikan inklusif yang akan terus dikembangkan di UHO.

“Kami ingin UHO menjadi rumah yang benar-benar adil bagi semua. Bukan hanya tempat belajar, tapi tempat tumbuh bagi mereka yang memiliki perbedaan,” tutur Dr. Rijal.

Hingga saat ini, tim POKJA telah mendata sedikitnya 17 mahasiswa penyandang disabilitas, dan 10 di antaranya turut hadir dalam kegiatan pelantikan dan sosialisasi tersebut. Pendataan lebih rinci, kata Dr. Rijal, terus dilakukan untuk memetakan kebutuhan spesifik masing-masing mahasiswa agar kebijakan dan layanan yang diberikan lebih tepat sasaran.

Selain pendataan, POKJA juga tengah menyiapkan mekanisme deteksi dini di setiap fakultas dengan melibatkan perwakilan mahasiswa yang akan berperan sebagai influencer disabilitas. Mereka akan dilatih untuk mengenali dan melaporkan mahasiswa dengan kebutuhan khusus melalui sistem call center kampus. Langkah ini, menurutnya, penting agar deteksi dan pelayanan tidak hanya dilakukan dari pusat, tetapi juga bergerak aktif di tingkat fakultas.

Dr. Rijal menekankan bahwa keberhasilan membangun kampus inklusif tidak cukup hanya dengan memperbaiki infrastruktur, melainkan juga membutuhkan kesiapan mental, empati, dan kesadaran sivitas akademika.

“Tantangan terbesar bukan pada fasilitas, tapi pada cara kita memandang perbedaan. Mahasiswa disabilitas sering menghadapi tekanan psikologis karena merasa tidak diterima, dan di sinilah peran kami memastikan mereka memiliki ruang aman untuk berkembang,” katanya.

Kegiatan pelantikan juga diwarnai dengan penampilan puisi dari Rina, mahasiswa disabilitas Fakultas Ilmu Budaya, serta sesi sosialisasi dari Prof. Dr. Munawir Yusuf, M.Psi., Guru Besar Universitas Sebelas Maret yang hadir secara daring sebagai pakar pendidikan inklusif nasional. Dalam paparannya, Prof. Munawir menegaskan bahwa inklusivitas harus mencakup semua aspek, termasuk penyandang disabilitas mental dan psikologis yang kerap terabaikan di lingkungan pendidikan tinggi.

Kepala UPA Bimbingan dan Konseling UHO, Eva Herik, S.Psi., M.Psi., Psikolog, berharap agar mahasiswa disabilitas memperoleh akses informasi dan layanan konseling yang lebih mudah dijangkau.

“Kami berupaya memastikan setiap program pengembangan diri, pelatihan, dan seminar bisa diakses oleh mahasiswa berkebutuhan khusus. Mereka juga berhak mendapatkan dukungan penuh dari kampus,” jelasnya.*(MW)

editor:DN