PariwisataDaerahNews

Historis Aparat Desa Jadi Toure Guide dan Terjun Ke Ekraf di Buton Tengah

285
×

Historis Aparat Desa Jadi Toure Guide dan Terjun Ke Ekraf di Buton Tengah

Share this article

TERAMEDIA.ID, KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan provinsi yang kaya akan keindahan alam dan potensi ekonomi Kreatifnya. Salah satunya di Kabupaten Buton Tengah (Buteng).

Pak Ari Sorang Aparat Desa yang terjun pada dunia pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Di lokasi tinggalnya Desa Bantea Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah memiliki potensi wisata yang luar biasa. Melihat itu, dirinya tergerak menjadi toure guide menjamu para wisatawan.

Potensi wisata ini tidak disia-siakan olehnya, agar selalu berkembang dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Tenggara. Seperti wisata Goa, hutan jati, dan tebing.

“Didesa Bantea, ada beberapa potensi wisata gua, lalu permandian air tawar. Sebulan kurang lebih puluhan wisatawan mengunjungi lokasi wisata tersebut,” katanya saat ditemui awak Teramedia.id di kediamannya Jalan Hidayah Dusun Bungi, Desa Bantea, Senin, 10 Juni 2024 lalu.

Dibalik potensi wisata yang ada, ia dan aparat desa selalu membenahi agar potensi wisata tersebut selalu berkembang.

Namun dirinya mengakui masih terdapat kekurangan pada pengelolaan destinasi wisata yang ada.

“Untuk sementara pengelolaan wisata di desa Bantea masih sekala kelompok. Jadi kami menggunakan fasilitas dan anggaran swadaya. Pengelolaannya masih sangat terbatas,”

Tak hanya lihai dalam memanjakan mata para wisatawan, Asri juga terjun ke dunia Ekonomi Kreatif. Ia mengembangkan usaha Jambu Mete Bakar Kelompok Usaha Sinta Lalo desa Bantea.

Kabupaten Buteng merupakan daerah penghasil mete di Bumi Anoa. Melihat peluang besar itu, dengan Brand Jambu Mete Alam Bantea ia memulai usahanya, dan bekerjasama dengan para petani Mete di desanya.

Memulai usahanya sejak 2018, olahan mete yang dilakukan Asri sangat tradisional. Melalui pantuan awak Teramedia.id, ia memulai dengan Pengumpulan mete, lalu mengupas mete, selanjutnya biji mete disangrai menggunakan pasir hitam dari sungai kemudian mengupas kulit mete yang telah disangrai dan pengemasan.

“Banyak diluaran mete dengan varian rasa, kami mencoba membuat sesuatu yang baru dengan membuat mete bakar tanpa menggunakan bahan tambahan,” ungkapnya.

Menjaga aroma dan rasa asli olahan mete tersebut membuahkan hasil. Asri memasarkan hingga pasar nasional.

“Sudah sampai Sumatera, Jakarta, Maluku, Balikpapan, Makassar, Kendari. Bahkan kami pernah memasarkan sebagai oleh-oleh dari Buteng, seperti negara Malaysia, Arab Saudi, Francis dan Brazil” bebernya.

Dibalik itu, perjalanan panjang yang berliku menjadi tantangan sendiri sejak memulai usaha tersebut. Namun dengan semangat Asri menjawab semua tantangan dan meraih keberhasilan didunia ekraf.

“Jika dirata-ratakan, pengelolaan mente alam Bantea ini perbulannya bisa mencapai 100-250 Kilo,” terangnya.

Melalui usha ini, ia berharap dapat mengharumkan nama Desa Bantea, juga Kabupaten Buteng terkhusus Sulawesi Tenggara. *(ST).

editor:DN