PariwisataMetroNews

Kuliner Lokal Kian Menggeliat : Dinas Parekraf Dorong Ekraf Kendari Naik Kelas

×

Kuliner Lokal Kian Menggeliat : Dinas Parekraf Dorong Ekraf Kendari Naik Kelas

Share this article

TERAMEDIA.ID,KENDARI — Sektor kuliner di Kota Kendari terus menunjukkan geliat positif dan menjadi salah satu penopang utama ekonomi kreatif daerah. Dari olahan tradisional seperti bagea dan kripik pisang, hingga produk kekinian seperti kopi susu kurma, geliat para pelaku usaha kuliner lokal semakin terasa di berbagai sudut kota. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kota Kendari pun terus mendorong agar sektor ini naik kelas melalui pembinaan, pelatihan, serta penguatan legalitas usaha.

Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Kendari, Hermawaty, ST., MT., menegaskan bahwa kuliner bukan sekadar urusan rasa, tetapi juga bagian dari identitas dan kebanggaan daerah.

“Kuliner lokal adalah wajah budaya Kendari. Setiap produk punya cerita, cita rasa, dan nilai ekonomi. Karena itu, kami ingin memastikan pelaku ekonomi kreatif di bidang kuliner bisa berkembang dengan kuat, memiliki izin usaha, standar mutu, dan jejaring pasar yang lebih luas,” ujar Hermawaty.

Menurutnya, Pemerintah Kota Kendari melalui Disparekraf telah menempatkan sektor kuliner sebagai prioritas utama dalam pengembangan ekonomi kreatif. Sejak awal 2024, pihaknya melakukan pendataan menyeluruh terhadap pelaku usaha kuliner di 11 kecamatan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan monitoring, evaluasi, serta program pembinaan secara berkelanjutan.

“Kami tidak ingin data berhenti di pendataan saja. Kami ingin pendampingan yang nyata. Itu sebabnya pelaku usaha kami dorong ikut pelatihan, studi kreatif, hingga pameran produk. Tujuannya agar mereka naik kelas — dari usaha rumahan menjadi usaha yang mandiri dan berdaya saing,” jelasnya.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Ekraf Kota Kendari tahun 2025, sektor kuliner mencakup berbagai jenis usaha makanan dan minuman yang tersebar di seluruh wilayah. Di Kecamatan Baruga, misalnya, terdapat pelaku seperti Stay Home yang memproduksi kripik pisang, dan Bagea Mega Rizki dengan bagea tradisionalnya yang tetap diminati wisatawan.

Sementara di Kecamatan Kadia, ada Dapur Ummu Opi dengan produk kerupuk ikan tenggiri, serta Bebek Gurih Sulawesi yang sukses dengan omzet mencapai Rp60 juta per bulan. Di Kecamatan Kambu, geliat ekonomi kreatif semakin terasa dengan munculnya usaha seperti Aufa Cake dan Sambal Dempo, yang berhasil menggabungkan resep tradisional dengan kemasan modern.

Produk berbasis sagu seperti Saguku/Sagumi dari Kecamatan Kendari juga mencuri perhatian. Produk ini telah mengantongi izin NIB, PIRT, hingga HAKI, menandakan keseriusan pelaku usaha lokal dalam meningkatkan kualitas dan legalitas produk.

Hermawaty menilai, langkah-langkah tersebut menunjukkan perubahan pola pikir pelaku kuliner yang kini semakin profesional.

“Banyak pelaku kuliner mulai memahami bahwa legalitas bukan beban, tapi modal. Dengan izin lengkap, mereka bisa masuk ke pasar ritel modern, kerja sama dengan pemerintah, bahkan ekspor,” katanya.

Namun, diakui Hermawaty, masih ada sebagian pelaku usaha kecil yang belum melengkapi izin usaha karena keterbatasan informasi dan biaya. Untuk itu, Dinas Pariwisata dan Ekraf berupaya memfasilitasi mereka melalui pendampingan dan kolaborasi lintas instansi.

“Kami sedang memperkuat kemitraan dengan Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan, dan lembaga pembiayaan. Tujuannya agar pelaku kuliner bisa mendapatkan akses permodalan dan pendampingan legalitas. Pemerintah hadir untuk memastikan mereka tidak berjalan sendiri,” tegasnya.

Kepala Bidang Ekonomi Kreatif, Ilham Abidin, menambahkan bahwa pihaknya terus melakukan monitoring lapangan serta mengidentifikasi potensi baru di setiap kecamatan. Ia menjelaskan, Kecamatan Kambu dan Wua-Wua tercatat memiliki jumlah pelaku ekonomi kreatif terbanyak, terutama di subsektor kuliner dan kriya. Sementara Abeli, Poasia, dan Nambo masih perlu penguatan ekosistem agar tumbuh merata.

“Kami terus dorong agar pelaku usaha di kecamatan yang belum berkembang bisa meniru model pembinaan di wilayah lain. Misalnya, kami bantu promosi lewat pameran dan platform digital agar produk mereka lebih dikenal,” ujar Ilham.

Sektor kuliner kini menjadi penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di Kota Kendari. Banyak usaha mikro dan menengah yang mempekerjakan tenaga lokal, mulai dari produksi, pengemasan, hingga distribusi. Disparekraf juga aktif menggelar kegiatan seperti Festival Kuliner Kendari dan Creative Market yang memberi ruang bagi pelaku usaha untuk berjejaring dan memperluas pasar.

Hermawaty menekankan bahwa dukungan pemerintah bukan hanya soal bantuan alat atau izin, tetapi juga soal perubahan pola pikir.

“Kami ingin para pelaku usaha punya mental wirausaha yang kuat, kreatif, dan percaya diri. Setiap produk lokal adalah potret kreativitas dan identitas Kendari. Kalau dikelola dengan baik, kuliner bisa menjadi daya tarik wisata sekaligus penggerak ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Ia juga mengajak generasi muda untuk terlibat dalam dunia kuliner kreatif, terutama dengan memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran. Menurutnya, pelaku muda punya peran penting dalam memperkenalkan produk lokal ke pasar yang lebih luas.

“Anak muda Kendari banyak yang kreatif. Kami dorong mereka untuk berani berinovasi, misalnya lewat bisnis kopi, minuman sehat, atau kue khas daerah dengan kemasan modern. Inovasi seperti itu akan membuat kuliner lokal lebih relevan dengan selera zaman,” tambahnya.

Melalui kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pelaku usaha, Hermawaty optimistis Kendari akan menjadi salah satu pusat ekonomi kreatif di kawasan timur Indonesia.

“Kalau kuliner lokal berkembang, maka sektor lain juga ikut tumbuh — mulai dari pariwisata, transportasi, hingga UMKM pendukung. Kami ingin Kendari dikenal bukan hanya karena wisatanya, tapi juga karena cita rasanya,” tutupnya.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, sektor kuliner di Kota Kendari kini tidak sekadar menyajikan kelezatan rasa, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan ekonomi kreatif daerah. Dari dapur-dapur rumah tangga hingga kafe modern, aroma kemajuan ekonomi kini makin terasa — membawa harapan baru bagi masyarakat dan menjadikan Kota Lulo semakin berwarna di peta kuliner Indonesia.*(Adv)

editor:DN