NewsMetro

Beroperasi di Lahan Warga, DPRD Sebut Empat Perusahaan Tambang di Nambo Ilegal

×

Beroperasi di Lahan Warga, DPRD Sebut Empat Perusahaan Tambang di Nambo Ilegal

Share this article

TERAMEDIA.ID, KOTA KENDARI – Probelamatika empat perusahan terkait Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) menjadi pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga atas pengelolaan pasir di Kecamatan Nambo dan Petoaha, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Senin (22/9).

Warga yang selama ini hidup dari pemanfaatan pasir kini resah karena lahan mereka diduga masuk ke dalam WIUP yang dimiliki empat perusahaan tersebut, tanpa persetujuan masyarakat.

Lurah Petoaha, Yamin, menyebutkan setidaknya 50 kepala keluarga (KK) dari 100 KK di Petoaha yang menggantungkan hidup dari usaha pasir. Jika dihitung, ratusan jiwa bertahan hidup dari aktivitas tersebut.

“Harapan dari masyarakat supaya cepat dilegalkan, ada RTRW-nya supaya mereka bisa mengelola wilayah sendiri. Karena tanah di sana sekarang sudah bersertifikat semua, tidak ada lagi yang tidak bersertifikat,” kata Yamin.

Sementara itu, Lurah Nambo, Hasanuddin, menyoroti keberadaan empat perusahaan yang disebut-sebut memiliki WIUP, yakni PT Citra Moramo Sejahtera, PT Asri Nambo Perkasa, PT Pasifik Nambo Sejahtera, dan PT KKIT. Menurutnya, WIUP tersebut keluar tanpa melibatkan masyarakat pemilik tanah.

“Harusnya WIUP itu ada persetujuan masyarakat dengan tanda tangan resmi. Faktanya, warga tidak tahu, tiba-tiba tanah mereka masuk daftar WIUP. Ini sepihak dan menjadi masalah besar,” tegas Hasanuddin.

Ia menyebut, lahan yang tercaplok WIUP di Nambo diperkirakan mencapai lebih dari 320 hektare, bahkan sebagian masuk kawasan hutan produksi.

Anggota DPRD Kota Kendari, La Ode Lawama, menegaskan pihaknya sudah menerima laporan masyarakat terkait hal ini. Ia mengungkapkan, WIUP yang masuk ke 12 kelurahan di dua kecamatan itu bermasalah.

“Tidak mungkin tanah warga yang sudah bersertifikat bisa dicabut. Hanya karena ada WIUP, lalu masuk ke tanah mereka. Ini jelas inkonstitusional dan ilegal, karena tidak ada alas hak yang sah,” ujar La Ode Lawama dalam rapat bersama warga.*(DW)