NewsHeadlinePariwisata

Desa Wisata Lampanairi, Pesisir Buton Selatan yang Mempesona

1246
×

Desa Wisata Lampanairi, Pesisir Buton Selatan yang Mempesona

Share this article

TERAMEDIA.ID, BUTON SELATAN – Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara memiliki banyak potensi wisata pesisir. Kabupaten Buton Selatan sebagian besar wilayahnya terletak di Pulau Buton yang merupakan pulau terbesar di luar pulau induk Kepulauan Sulawesi, serta pulau ke-130 terbesar di dunia.

Desa Wisata Lampanairi, Kecamatan Batauga, merupakan salah satu Desa Wisata pesisir yang dimiliki BUSEL singkatan dari Buton Selatan.

Konon cerita yang berkembang turun temurun di Masyarakat, asal muasal nama Desa Lampanairi merupakan pemekaran dari Desa Bola yang disebut dengan Dusun Kekenauwe, namun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang memenuhi syarat untuk dibentuk menjadi sebuah desa.

Ritual Sangia Sangka (Bharata), Tempat Turunnya Daeng Parapati

 

Adapun nama desa Lampanairi diambil dari sebuah nama dari salah satu perkampungan atau pemukiman warga Kekenauwe pada zaman dahulu yang terletak kurang lebih 1 Kom sebelah utara dari pemukiman Masyarakat Lampanairi saat ini.

Pada Zaman Karungga seiring dengan keinginan kesultanan Buton dibawah kepemimpinan Sultan Buton ke XIV Syaifuddin/La Dini/Daeng Malaba/Raja Tua/Oputa Kambumbu Malanga tahun 1697, Masyarakat yang mendiami beberapa perkampungan salah satunya Lampanairi untuk turun mendiami kawasan pesisir.

NIkmati sunset di Pantai Jodoh

Desa Lampanairi terletak kurang lebih 10 Kilometer dari ibu kota kabupaten Buton Selatan atau kurang lebih 10 kilometer dari ibu kota kecamatan batauga. Sebelah utara berbatasan Kelurahan Majapahit, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bola, Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Flores dan Sebelah Timur berbatasan dengan Hutan. Dengan luas wilayah kurang lebih 5000 Hektar. Terdiri dari 4 Dusun dan dihuni sekitar 250 Kepala Keluarga atau 1.037 jiwa.

Sumur Peninggalan Jepang

Sejumlah atraksi wisata bisa anda temui di desa wisata lampanairi, diantaranya ; Pantai Jodoh, Mata Air Kake Nauwe (Harajuku), Batu Legenda Wa Mbani (Manusia Melekat di Batu, Wisata Ritual Sangia Sangka (Tanjung Tempat Turunnya Daeng Parapati), Sumur Peninggalan Jepang, Permandian Air Terjun, Kampung Tua Lampanairi (yang mana Pada Jaman Kerajaan dan Kesultanan setiap Raja atau Sultan setiap kali melewati Kampung Lampanairi perjalanan menuju ke Sampolawa, setiap Raja atau Sultan selalu turun dari Tandunya atau Kudanya dan memilih jalan kaki), Permandian Bhacumponu, Permandian La Manda.

Permandian La Manda

Selain itu, La Ode Syarifuddin selaku kepala Desa Lampanairi mengungkapkan dalam setahun tradisi budaya dikampung ada 7 yang masih sampai hari ini dipertahankan.
” Iya seiring kami lagi pengembangan desa wisata, sejalan dengan kami akan menghadirkan kepada wisatawan sekitar 7 tradiso budaya yang masih kami pertahankam hingga saat ini ” ujar Syarifuddin saat ditemui .
Adapun tradisi budaya yang masih berjalan Diantaranya Pidahua sangia sangka (menghadapi musim barat dan timur), bharata ( tolak bala ),ibahuano kampo (kasi mandi kampung),Pidahuano we mata wandoke ( membersihkan mata air),Haroano kampo ( ritual syukur terhadap pencipta, menhgargai sang pencipta ),Pikapapada’a ( ritual panen ).

Legenda Batu Wa Mbani (Manusia Menepel diBatu )

Menurut kepala deda lampanairi, tradisi ini masih tetap bertahan dengan dukungan para sarah, tokoh masyarakat dan para penjaga ritual setempat. Sehingga masyarakat masih antusias ditiap pelaksanaan tradisi budaya yang dimaksud.
Pemerintah Provinsi Sultra melalui dinas pariwisata dan PU juga memberikan dukungan grand desain pengembangan kawasan kolam harajuku yang saat ini dalam tahap proses pembangunan. (ADV-AN)

 

Editor:NZ