TERAMEDIA.ID,KOTA KENDARI — Anak-anak tercatat sebagai korban tertinggi dalam kasus kekerasan dan perceraian. Pemerintah Kota Kendari menyebut fenomena ini semakin mengkhawatirkan, termasuk di lingkungan aparatur sipil negara (ASN).
Sekretaris Daerah Kota Kendari, Amir Hasan, menyatakan bahwa perceraian tidak hanya berdampak pada pasangan suami istri, tetapi lebih dalam terhadap kondisi psikologis anak. Ia menegaskan Pemkot tidak akan memproses izin perceraian ASN tanpa mediasi formal dan kesepakatan tertulis antara kedua belah pihak.
“Anak adalah korban paling nyata dalam setiap perceraian. Tidak ada izin keluar tanpa proses pertemuan dan kesepakatan yang adil. Ini langkah untuk menekan dampaknya terhadap anak,” ujarnya dalam kegiatan sosialisasi perlindungan anak yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Selasa (29/7).
Pemkot juga mengusulkan agar setiap proses perceraian yang terjadi di internal pemerintah didampingi psikolog dan pendamping sosial dari DP3A sebagai bentuk intervensi dini terhadap potensi kekerasan terhadap anak.
Selain isu perceraian, eksploitasi anak di jalanan juga menjadi perhatian. Anak-anak yang mengamen atau mengemis di persimpangan jalan disebut seringkali berasal dari luar daerah dan menjadi korban kemiskinan serta pola asuh yang salah.
“Kekerasan kerap dipahami sebagai bagian dari cara mendidik, ini keliru. Ditambah tekanan ekonomi, anak-anak malah dijadikan alat cari uang di jalan,” tambah Amir Hasan.
Untuk memperkuat upaya pencegahan, DP3A Kota Kendari mendorong keterlibatan masyarakat melalui program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Program ini bertujuan mengubah norma sosial yang membenarkan kekerasan, meningkatkan kesadaran hukum, serta membangun sistem pengasuhan yang lebih sehat di tingkat keluarga.
Kegiatan sosialisasi PATBM kali ini diikuti aparat kelurahan dari seluruh kecamatan di Kota Kendari, dengan narasumber dari unsur psikolog dan lembaga perlindungan anak.*(MW)