NewsMetroPariwisata

Kriya Kendari Tumbuh dari Sentuhan Tangan Kreatif Warga

×

Kriya Kendari Tumbuh dari Sentuhan Tangan Kreatif Warga

Share this article

TERAMEDIA.ID,KENDARI – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, geliat para perajin kriya di Kota Kendari terus menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Dari tangan-tangan kreatif warga, lahir berbagai karya seni dan kerajinan tangan yang tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga menjadi penjaga identitas budaya serta warisan kearifan lokal.

Kain tenun, anyaman, rajutan, hingga kerajinan berbahan limbah kini menjadi wajah baru ekonomi kreatif di ibu kota Sulawesi Tenggara tersebut. Produk-produk ini tak lagi sebatas pelengkap rumah tangga, melainkan telah menjelma menjadi karya bernilai tinggi yang diminati konsumen dari berbagai kalangan, baik lokal maupun nasional.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Kendari, Hermawaty, ST., MT., menegaskan bahwa subsektor kriya merupakan salah satu pilar utama dalam pengembangan ekonomi kreatif daerah. “Kriya adalah wujud nyata kreativitas masyarakat Kendari. Melalui kerajinan tangan, kita tidak hanya menciptakan produk ekonomi, tetapi juga menjaga identitas budaya yang menjadi kebanggaan daerah,” ujarnya.

Menurut Hermawaty, para perajin memiliki peran penting dalam menjaga kesinambungan antara tradisi dan modernitas. Melalui produk buatan tangan yang unik, masyarakat menunjukkan bahwa nilai budaya dapat dikemas secara modern tanpa kehilangan makna aslinya. Pemerintah Kota Kendari pun menempatkan subsektor kriya sebagai bagian penting dari strategi pembangunan ekonomi berbasis kearifan lokal. “Kami ingin kriya menjadi sumber kebanggaan dan penghidupan masyarakat. Bukan hanya dilihat sebagai usaha sampingan, tapi sebagai profesi kreatif yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” tambahnya.

Data Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Kendari tahun 2025 mencatat, pelaku ekonomi kreatif di subsektor kriya tersebar di sepuluh kecamatan, mulai dari Abeli hingga Wua-Wua. Produk yang dihasilkan beragam, dari anyaman rotan, rajutan, buket bunga buatan tangan, hingga kerajinan khas daerah seperti nentu, yang menjadi identitas budaya masyarakat Sulawesi Tenggara. Setiap kecamatan memiliki kekhasan tersendiri. Di kawasan pesisir, para perajin banyak memanfaatkan bahan alami seperti rotan, bambu, dan daun lontar, sementara di kawasan perkotaan, pengrajin berinovasi menggunakan bahan daur ulang, resin, dan benang rajut untuk menyesuaikan tren pasar modern yang menonjolkan keunikan dan keberlanjutan.

Kepala Bidang Ekonomi Kreatif, Ilham Abidin, menjelaskan bahwa pengembangan subsektor kriya dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. “Awalnya kami melakukan pendataan, kemudian monitoring dan evaluasi. Selanjutnya, para pelaku kami libatkan dalam pelatihan, studi kreatif, serta pameran ekonomi kreatif, baik di dalam maupun luar daerah,” katanya. Pendampingan yang dilakukan tidak hanya menyentuh aspek teknis, tetapi juga mencakup pelatihan pemasaran digital, fotografi produk, hingga manajemen usaha mikro. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan memperluas pasar pelaku kriya Kendari.

Di beberapa kecamatan, muncul usaha kriya yang menjadi inspirasi. Di Kecamatan Baruga, misalnya, usaha Nentu Hati Mulia milik Sarlin, S.Pd. menjadi salah satu yang paling dikenal. Produk nentu hasil tangannya kerap menjadi incaran di berbagai pameran, dengan omzet mencapai Rp5–7 juta per bulan. Usaha seperti BIKANIATA, yang bergerak di bidang furnitur, dan Ariestha Collection, pengrajin anyaman rotan, juga menunjukkan perkembangan pesat.

Sementara di Kecamatan Kadia, pelaku seperti Vita Buket Flutfy, Makeza Craft, dan Ani Craft terus berinovasi menghadirkan produk handmade dengan sentuhan karakter lokal. Mereka memanfaatkan media sosial dan kerja sama dengan toko oleh-oleh untuk memperluas jangkauan pasar. Di Kecamatan Kambu, Alisha Craft menjadikan benang rajut sebagai bahan utama untuk menciptakan karya bernilai jual tinggi, sedangkan Gammara Craft dikenal berkat inovasinya mengubah limbah rumah tangga menjadi produk dekoratif yang menarik dan ramah lingkungan.

Potensi besar juga tumbuh di kecamatan lain seperti Poasia, Mandonga, dan Wua-Wua yang kini berkembang menjadi pusat usaha kriya rumah tangga. Sebagian besar pelakunya adalah perempuan yang memadukan peran domestik dengan kreativitas produktif, menjadikan kriya sebagai sumber penghasilan sekaligus sarana pemberdayaan ekonomi keluarga.

Meski menunjukkan pertumbuhan positif, sebagian pelaku kriya masih menghadapi tantangan klasik seperti keterbatasan modal, perizinan, dan akses pasar. Berdasarkan data pemerintah, baru sebagian yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan sertifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Di antaranya Nentu Hati Mulia dan Alisha Craft, yang kini menjadi contoh bagi pelaku lain.

Ilham Abidin menegaskan pentingnya legalitas dalam menghadapi era ekonomi digital. “Legalitas memberi banyak manfaat, termasuk akses pembiayaan, partisipasi pameran besar, dan kepercayaan konsumen. Kami mendorong semua pelaku kriya untuk melengkapi izin agar lebih kompetitif,” ujarnya. Pemerintah juga membuka kolaborasi dengan lembaga keuangan dan platform digital melalui program Go Online for UMKM, yang membantu pengrajin memasarkan produk mereka ke seluruh Indonesia melalui marketplace dan media sosial.

Bagi para perajin, perhatian pemerintah menjadi dorongan besar untuk terus berkembang. Sarlin, pemilik Nentu Hati Mulia, mengaku dukungan pembinaan membuat usahanya semakin maju. “Dulu kami membuat kerajinan hanya untuk dijual di sekitar rumah. Sekarang, setelah ikut pameran dan pelatihan, pesanan datang dari berbagai tempat. Kami jadi lebih percaya diri dan semangat,” ujarnya dengan senyum bangga.

Cerita serupa datang dari Alisha, pemilik Alisha Craft, yang mengaku terbantu dengan pelatihan digital marketing. “Kami belajar memotret produk dan menjualnya lewat media sosial. Sekarang pelanggan datang dari luar Kendari, bahkan ada dari Makassar dan Bali,” tuturnya.

Kriya di Kendari kini bukan sekadar sumber pendapatan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya. Banyak pengrajin menggabungkan motif tradisional dengan desain modern agar lebih diminati pasar muda. Pendekatan ini dianggap efektif untuk menjaga relevansi warisan budaya di tengah perubahan zaman. Pemerintah terus mendorong agar pelaku kriya mendapat ruang lebih luas melalui pameran, festival, dan ajang penghargaan ekonomi kreatif, sehingga karya mereka bisa dikenal hingga tingkat nasional.

Dengan dukungan pembinaan berkelanjutan, akses digital yang semakin terbuka, serta semangat kolaborasi antar pelaku kreatif, sektor kriya di Kendari diyakini akan menjadi salah satu pilar penting perekonomian daerah. Dari benang, rotan, hingga limbah yang diolah menjadi karya bernilai, semua berangkat dari tangan-tangan kreatif warga yang bekerja dengan hati. Kriya Kendari kini bukan sekadar produk kerajinan, melainkan cerminan jiwa masyarakat Sulawesi Tenggara — yang menenun tradisi, menjahit masa depan, dan membuktikan bahwa kreativitas lokal mampu berbicara di panggung nasional bahkan internasional.(*)