NewsLongForm

Tolak Tambang Demi Ekonomi Hijau di Desa Wisata Namu

794
×

Tolak Tambang Demi Ekonomi Hijau di Desa Wisata Namu

Share this article

TERAMEDIA.ID, KONAWE SELATAN – Di tengah ramainya usaha pertambangan masuk ke Sulawesi Tenggara, namun ternyata ada juga wilayah yang memiliki potensi sumber daya tambang jenis nikel dan sumber daya alam lainnya yang justru menolak kehadiran pertambangan.

Salah satu wilayah yang juga menjadi incaran masuknya izin pertambangan di Sulawesi Tenggara adalah Desa Namu, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan. Meski sejumlah wilayah di kecamatan ini telah menerima masuknya pertambangan, namun tidak bagi sebuah kawasan kecil dan puluhan tahun merasakan terisolir dari dunia luar ini.

Foto : Posisi Desa Wisata Namu di Peta Sulawesi Tenggara

 

Foto : Kawasan Dusun 1 Desa Namu

 

Foto Kawasan Dusun 2 Desa Namu

 

Foto Kawasan Dusun 3 & 4 Desa Namu

 

Desa Namu dihuni 481 jiwa dengan 121 keluarga, yang menggantungkan hidup dari bertani dan melaut. Penduduk mayoritas Suku Tolaki dan agama Islam. Kala musim barat tiba, laut cenderung teduh dan masyarakat ramai melaut. Namun saat musim timur tiba dan ombak tak bersahabat, warga memilih bertani di kebun masing-masing. Tidak sedikit masyarakat di desa ini sudah dicap sebagai warga miskin oleh pemerintah.

Data yang didapatkan, di kawasan Desa Namu sendiri sudah ada dua izin pertambangan yaitu izin Usaha pertambangan Nikel PT. Panji Nugraha Sakti (PT.PNS) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) batu gamping untuk industri dari PT. Namundo Madu Nusantara. Dari pemerintah Desa Namu didapatkan informasi, bahwa  Izin PT. PNS sudah lama dihidupkan, namun hingga 2023 tidak pernah beroperasi dan mengalami kadaluarsa, akhirnya izinnya diperpanjang lagi di Januari 2024. Padahal Pemerintah Pusat sedang gencar-gencarnya melakukan penertiban izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dianggap tidak aktif bertahun-tahun. Namun kenyataanya IUP PT. PNS bisa terbit kembali.

Foto Dokumen IUP PT. Panji Nugraha Sakti ( Dalam Gambar terlihat klaim kawasan otomatis menghilangkan desa hingga pesisir pantai )

 

Foto : Klaim Kawasan WIUP PT. Namundo Madu Nusantara ( Dalam Gambar terlihat kotak biru yang mengklaim kawasan pegunungan Desa namu Hingga Membelah antara Dusun 2 dan 3 dan masuk kawasan spot wisata pesisir )

 

Sementara itu terkait dokumen Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Namundo Madu Nusantara (PT. NMN) tergambar bahwa akan terjadi kerusakan habitat hutan dan pesisir laut di Desa Namu jika perusahaan ini beroperasi. Karena dari gambar WIUP PT. NMN hampir stengah total kawasan pegunungan dan sebagian wialyah darat hingga pesisir laut menjadi kawasan pengelolaan perusahaan.

Tim redaksi sudah berusaha menghubungi pihak manajemen untuk update progress dua perusahaan yang dimaksud atas wilayah usaha mereka yang ada di Desa Namu. Namun tim tidak menemukan nomor kontak person untuk perusahaan PT.PNS dengan menelusuri data dan profil perusahaannya di internet, sementara untuk PT. NMN direktur utamanya hingga berita ini dimuat tidak memberi respon atas pertanyaan yang sudah diajukan melalui pesan seluler. Pemerintah Desa Namu juga mengaku selama ini tidak pernah diberikan data perusahaan yang akan masuk ke desa mereka. Namun Kepala Desa Namu mengaku jika informasi terakhir untuk perusahaan PT. NMN sedang mengurus izin pemanfaatan ruang laut (KKPRL) untuk pembangunan pelabuhan pada forum bersama Kementerian Kelautan beberapa bulan lalu. Namun dalam forum tersebut perwakilan Desa Namu menolak keras pemberian izin, karena semua data yang di tampilkan perusahaan justru banyak tidak sesuai kenyataan dilapangan, di antaranya jika turun lapangan maka mayoritas warga Desa Namu tidak setuju masuknya pertambangan apapun, kemudian lokasi pembangunan pelabuhan justru masuk wilayah wisata dan penelitian akademik tentang konservasi laut. Ditambah lagi dengan kawasan pegunungan yang di klaim perusahaan, sangat mengancam satu-satunya sumber air bersih seluruh masyarakat desa.

Belajar dan melihat pengalaman di beberapa kabupaten tetangga khususnya wilayah daratan Sulawesi Tenggara, tentu masyarakat Desa Namu memiliki dasar untuk mengambil sikap tegas demi keberlangsungan hidup sosial maupun alam di desa mereka. Mengambil sikap di depan sebelum menyesali dampak dan konsekuensi yang harus diterima ketika pertambangan akhirnya beroperasi di desa mereka.

Dilematika masyarakat Namu karena dalam perlawanan mereka menolak  tambang malah pemerintah dalam hal ini yang mengeluarkan dua izin tersebut justru dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Padahal jika di lihat kelapangan, desa yang kecil ini bisa seakan hilang ditelan bumi apabila beroperasinya dua perusahaan tersebut.

Foto Udara : Desa Wisata Namu

 

Artinya bahwa masyarakat Desa Namu punya harapan besar terhadap perubahan tingkat kehidupan mereka sendiri. Dan jika di hadapkan pada fenomena percepatan perputaran ekonomi, tentunya masyarakat disini tidak akan berpikir panjang untuk akhirnya menerima masuknya usaha pertambangan.

Namun kenyataan di lapangan, mayoritas masyarakat Desa Namu justru menolak pertambangan masuk ke wilayah mereka.

Ternyata warga setempat mayoritas memilih agar desa ini di kembangkan melalui konsep Desa Wisata. Sebuah program pengelolaan kawasan wisata di dalam Desa yang dikelola penuh oleh masyarakat, dengan konsep Community Based Tourism (Pariwisata Berbasis Masyarakat).

 

Foto : Parlan Warga Namu sedang melayani Wisatawan yang berbelanja di warungnya

 

Seorang warga Desa Wisata Namu bernama Parlan, menjadi salah satu saksi hidup bagaimana perjuangan semua pihak membangun pariwisata di desa mereka. Sehingga desa Mereka bisa kemudian dikenal oleh masyarakat luas.

“Alhamdulillah, yang dulu memang kami tidak dikenal, kampung kami memang yang terisolir betul, yang memang bahkan di Kecamatan Laonti yang dikenal cuma Kecamatan Laonti, Namu tidak dikenal. Nanti setelah diresmikan 2017 (menjadi desa wisata), Namu sudah mulai dikenal “ Ucap Parlan.

Menurut Parlan, dahulu Desa Namu karena terisolir susah untuk di kunjungi orang karena kurangnya pengembangan pariwisata. Namun dengan hadirnya program Desa Wisata kini Desa Namu sudah menjadi buah bibir bagi masyarakat luas dengan daya tarik yang dimiliki serta pengelolaan kepariwisataan yang terus berkembang.

 

Foto : Parlan (Warga Desa Namu) saat di wawancara

 

Parlan juga menyinggung soal sisi ekonomi dengan hadirnya program Desa Wisata di Desa Namu yang membuat dirinya dan mayoritas masyarakat Desa Namu yakin bahwa desa mereka bisa bangkit lebih maju tanpa harus mengganggu alam disekitarnya dalam hal ini salah satunya jika masuknya operasi pertambangan.

“Jadi mau tidak mau dengan berjalannya pariwisata, kami juga bisa berbuat, melakukan tata kelola ekonomi kami dalam hal ini berjulan “ pungkasnya.

Parlan mengakui jika pertambangan punya sisi positif dari sisi ekonomi, namun disisi lain menurutnya tambang tidak menjamin semua orang untuk terdampak termasuk dirinya yang tidak paham dunia pertambangan. Lain dengan Desa Wisata justru kekuatan potensi alam dan wisata yang dimiliki menjadi kekuatan untuk mereka bisa mengambil bagian dalam tata kelola ekonomi setiap warga, meski perputarannya tidak terlalu signifikan pergerakannya dibanding pertambangan, namun dipastikan semua orang bisa melibatkan diri di dalamnya.

Masyarakat Namu percaya jika pertambangan masuk ke wilayah mereka, tidak ada harapan lagi dengan kearifan lokal mereka baik secara sosial maupun lingkungan. Sehingga mereka tidak ingin terjadi negosiasi panjang, karena konsekuensi jika menerima tambang sama saja dengan perlahan menghapus cerita panjang para leluhur tentang desa mereka.

 

Foto : Muhammad Said (Warga Namu)

 

Warga Desa Namu lainnya yang mengaku sebagai pendatang dari Kota Makassar dan menikah di desa ini bernama Muhammad Said, dirinya sangat tegas akan menjadi salah satu orang terdepan yang akan menolak pertambangan masuk di desa mereka. Pasalnya dirinya mengaku pernah menjadi bagian dari pelaku pertambangan dan melihat banyak mafia, banyak janji manis yang selalu di beberkan pengusaha pertambangan kepada masyarakat dan itu dianggapnya lebih banyak kebohongan yang diterima masyarakat bahkan juga pekerja.

“Saya berasal dari Kota Makassar, awalnya saya seorang pelaut, merantau ke Kendari dan sempat parkir kapal di desa ini. Saya langsung merasakan kedamaian di tempat ini, tidak ada polusi tidak ada asap “ ujar Said.

 

Foto: Muhammad Said (warga Namu) saat di wawancara

 

Said menggambarkan kondisi yang dialami sekarang dengan hadirnya Desa Wisata, bagaimana wisatawan dan konsumen di usaha mereka tidak ada putusnya melakukan transaksi khususnya dalam moment libur Panjang lebaran misalnya.

Namun saat ditanya tentang kabar adanya perusahaan tambang yang mengurus izin operasi di kawasan Desa Wisata Namu, sontak Muhammad said terlihat emosional menanggapi kabar tersebut.

“Saya mungkin orang pertama yang paling optimis sekali. Kalau untuk desa ini dijadikan Desa Wisata pokoknya dipatenkan begitu ya. Kalau misalnya hari ini saya tahu desa ini menjadi kawasan tambang.Jelas tidak akan pernah mau setuju apapun namanya,” tegas Said.

Foto Dokumen ( Dampak Pertambangan bagi Desa Pesisir Di Pulau Kabaena , Kab.Bombana, Sulawesi Tenggara )
Kawasan Hutan dan Perkebunan Yang Rusak Terdampak Pertambangan di Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara

 

Said mengaku bahwa dirinya sudah meyakini, jika pertambangan masuk,apakah itu pertambangan Nikel atau lainnya, maka dipastikan lingkungan yang indah di Desa Namu akan hancur. Tidak bisa lagi alamnya dikembalikan seperti semula jika lahan pertambangan mulai di olah. Dan dipastikan pula wisatawan tidak akan lagi mau ke desa mereka karena suasana yang dulu tenang, tentram jauh dari hiruk pikuk keramaian, udara segar pegunungan, biru dan jernihnya laut semua akan rusak dan tercemar. Pernyataan ini dilontarkan Said mengingat dirinya pernah menjajaki dunia pertambangan.

 

Foto : Muhammad Dong (ketua Pokdarwis Desa Wisata Namu ) Sedang lemayani tamu homestay miliknya

 

Disisi lain Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Namu, Muhammad Dong yang juga sosok tokoh sejarah desa ini juga berharap, pertambangan tidak masuk di kawasan Desa Wisata Namu, karena dipastikan kesehatan masyarakat akan terancam.

“ Sebenarnya saya boleh dibilang, mewakili seluruh warga Desa Namu. Kayaknya mereka tidak setuju (jika ada Tambang). Karena udara pasti tercemari dan masyarakat akan menderita karena rentan penyakit “ ungkap Muhammad Dong.

Muhammad Dong mengakui sudah ada sejumlah warga yang menjual lahan ke perusahaan, namun dirinya tetap yakin masyarakat Namu bisa memahami bahwa dimanapun pertambangan akan merusak tatanan kehidupan sosial dan lingkungan di wilayah operasinya masing-masing. Termasuk sejarah Panjang Namu juga akan pudar hingga akhirnya warga akan tersingkir dari kampungnya sendiri secara perlahan akibat kerusakan alam yang diakibatkan pertambangan.

Foto: Muhammad Dong Saat di wawancara

 

Muhammad Dong sendiri adalah warga namu yang cukup di tokohkan, sebagai saksi perjalanan sejarah Desa Namu hingga bisa seperti saat ini menjadi Desa Wisata. Sehingga menurutnya jika pertambangan masuk, semua cerita rakyat, semua kawasan yang disakralkan sebagai daya Tarik pariwisata, Kawasan–kawasan indah akan punah dengan sendirinya.

Dari sisi pemerintah Desa Namu sendiri, terkait pilihan masyarakat apakah terbuka dengan pertambangan atau tidak, tentu menjadi pilihan masing-masing. Kepala Desa Namu Nikson mengambarkan bahwa selama ini pihak pemerintah setempat hanya memberikan pandangan sebab akibat serta kondisi jangka panjang terhadap masyarakat, jika menerima maupun menolak izin pertambangan masuk ke wilayah mereka.

 

Foto : Nikson (Kepala Desa Namu) Sat di wawancara

 

“ Dari pemerintah Desa Sendiri kami serahkan kepada animo masyarakat, mau memilih tambang atau Desa Wisata dan disepakati. Pemerintah Desa hanya memberikan pemahaman bahwa jika pertambangan masuk otomatis, gunung, perkebunan, sumber air dan lautan Desa Namu akan terancam rusak.” Ucap Nikson.

Lebih lanjut Nikson mengungkapkan jika Pemerintah Desa Namu selama ini juga memberi pemahaman kepada Masyarakat dan sekarang sudah mulai mereka rasakan, bahwa program Desa Wisata akan bertumpu pada sejauh mana kita menjaga lingkugan sebagai asset wisata yang kita miliki, sehingga ekononmi bisa bergerak lingkungan tetap terjaga demi asas keberlanjutan. Memang pertambangan memiliki daya gerak ekonomi yang cepat, dan ini sempat mempengaruhi bebera warga. Namun perlu diingat bahwa Pengolahan pertambangan ada batas waktu terkait ketersediaan sumber daya alam yang diolah. Di sisi lain jika mengacu pada Pariwisata berkelanjutan maka tanpa batas waktu akan berjalan selama lingkungan dan kearifan local lainnya masih terjaga. Secara Pribadi Nikson juga sering menyampaikan ke warganya bahwa memang Pariwisata mungkin tidak secepat tambang pergerakan ekonominya, namun invetasi lingkungan buat regenarsi Desa Namu bisa terjaga nantinya, karena investasi Desa Wisata sama halnya investasi terhadap keberlangsungan lingkungan dan kearifan local Desa Namu itu sendiri.

 

Foto : Spot Camping Ground Dusun 1&2 Desa Wisata Namu

 

Dari tahun ke tahun pergerakan pariwisata di Desa Namu sangat terlihat perkembangannya, apalagi dengan terbukanya akses darat, meski dengan kondisi jalan yang masih jauh dari kata layak, namun saat ini tumbuh sekitar 13 UMKM yang murni dikelola masyarakat setempat untuk mendukung kebutuhan para wisatawan. Disektor lain tenaga-tenaga lapangan yang tergabung dalam Pokdarwis juga sudah mulai bekerja diposisi masing-masing, para petugas kebersihan dikawasan wisata yang seluruhnya warga Desa Namu juga sudah terdampak secara ekonomi akibat program Desa Wisata, hingga para pemilik Homestay juga sudah merasakan dampak kepariwistaaan yang mereka jalani saat ini. Artinya bahwa dampak pariwisata cukup menggerakkan ekonomi di Desa Namu saat ini, Nelayan tidak perlu jauh-jauh mencari ikan karena kawasan laut dan terumbu karang disekitar rumah mereka masih sehat, kebun-kebun masih terjaga alamnya untuk menjadi sumber penghasilan warga, dan yang utama Air bersih di desa ini cukup melimpah hingga 24 jam mengalir deras tanpa henti dengan sejuknya air dari pegunungan.

Bisa dibayangkan jika Kawasan terkelola oleh aktifitas pertambangan, mulai dari sumber air bersih, kawasan perkebunan masyarakat, hingga kelestarian laut akan terancam keberlangsungannya.

Foto : Spot Dive Dusun 3 Desa Wisata Namu

 

Foto : Spot Dive Dusun 4 Desa Wisata Namu

 

Desa Wisata Namu sejak 2017 sudah menjadi Desa Wisata melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Konawe Selatan. Desa Wisata Namu juga sudah tercatat dalam platform resmi JADESTA milik Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, dan pernah menjadi 500 Desa Wisata Unggulan secara nasional dalma program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2023.

Desa ini memiliki kekuatan potensi pariwisata yang cukup kuat dengan status Desa Wisata. Hal ini dibuktikan dengan beragam paket wisata atau atraksi wisata bisa didapatkan ditempat ini. Mulai wisata Camping Ground, wisata air canoeing, snorkeling, diving hingga mincing, ada juga atraksi kearifan lokal seperti tradisi nombak ikan saat air surut, mencari kerang, dan seefod yang cukup didapatkan di depan rumah warga dan diolah menjadi kuliner lezat, kerajinan tangan dari bahan alam local setempat, seni budaya, wisata agro hingga wisata alam pegunungan seperti air terjun.

Foto : Spot Dive Dusunu 4 Desa Wisata Namu

 

Di Desa wisata namu beberapa tahun terkahir juga menjadi pusat pengabdian masyarakat mahasiswa dan penelitian akademik seputar pelestarian lingkungan dan laut. Sejumlah kampus  di dantaranya Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Halu Oleo (UHO) dan Universitas Muhamadiyah Kendari (UMK). Sudah menorehkan karya-karya Pendidikan mereka di Desa yang memiliki potensi alam luar biasa ini.

 

Foto : Spot Arera Konservasi dan penelitian karang dusun Mahasiswa UGM di Dusun 3&4 Desa Wisata Namu

 

Foto : Spot Arera Konservasi dan penelitian karang dusun Mahasiswa UGM di Dusun 2 Desa Wisata Namu

 

Desa Wisata merupakan konsep pariwisata berkelanjutan dengan harapan terwujudnya Ekonomi Hijau, dimana ekonomi bergerak dan lingkungan tetap terjaga dengan baik. Sebuah konsep pariwisata berkelanjutan yang di bangun oleh masyarakat, dikelola oleh masyarakat dan akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat menjadi investor utama atas wilayahnya sendiri. Dan inilah sesungguhnya tujuan dari pembangunan pariwisata, bagaimana masyarakat sekitar Kawasan wisata tidak hanya jadi penonton dirumah sendiri namun justru sebagai penggerak utama atas potensi pariwisata yang dimiliki.

 

Foto : Spot Area Canoeing dan Snorkling Dusun 3&2 Desa Wisata Namu

 

Foto : Spot Diving Dusun 2 Desa Wisata Namu

 

Foto : Tradisi/kearifan lokal dan menjadi paket wisata Living Life Program di Desa Wisata Namu

 

Foto : Cooking Class / Wisata Kuliner Lokal Desa Wisata Namu

 

Foto : Wisata Agro perkebunan Desa Wisata Namu

 

Foto : Wisata Kawasan Konservasi Mangrove Desa Wisata Namu

 

Foto : Spot Wisata Diving Dermaga Pelangi dan Pasir Timbul di Desa Wisata Namu

 

Foto : Spot Pantai Tanjung Santigi Desa Wisata Namu

 

Foto : Air Terjun Pitundengga Desa Wisata Namu

 

Pertimbangan kuat masyarakat untuk menolak pertambangan masuk ke Desa Wisata Namu, karena nilai alam, lingkungan dan dampak kegiatan akademik yang ada sekarang, terlalu mahal jika mau di konversi atau digantikan dengan pergerakan nilai ekonomi dari pertambangan itu sendiri. Tidak ada tambang manapun yang mampu mengembalikan sebuah alam yang sudah di eksplorasi bisa kembali ke kondisi semula. Karena setelah di rusak, manusia tidak akan mampu mengembalikan sebuah karya alam dari sang Pencipta menjadi seperti semula.(AN)

 

Editor:NZ