NewsDaerahMetro

Penambang Batu di Konut Resah, Kerap Kena Pungli

520
×

Penambang Batu di Konut Resah, Kerap Kena Pungli

Share this article

TERAMEDIA.ID , KOTA KENDARI – PT Mapakaraeng Batu Emas pemilik IUP tambang galian C mengaku resah karena kerap dipalak preman dan menjadi korban pungutan liar (pungli) saat hendak menyuplai batu gunung ke pabrik PT VDNI dan PT OSS.

Ia Meresahkan terkait seringnya terjadi pungutan liar terhadap kendaraan penambang yang memuat material ketika melintas di jembatan di Desa Poni-Poniki, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

“Jadi ini (pungutan) Rp15 ribu per ton. Jika di kali 10 ton kan Rp150 ribu. Jadi mobil itu memuat minimal 10 ton. Kalau misalnya lebih dari 10 ton bukan hanya Rp150 ribu bisa di atasnya, itu per ret,”.ungkap Direktur PT Mapakaraeng Batu Emas, Dzulkifli Maddatuang di Kendari, Minggu (20/2/2022).

Sebelumnya, Ia menjelaskan awalnya pihaknya mendapat izin dari pemerintah setempat untuk membangun sebuah jembatan dengan menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada tahun 2019 bersama mitra perusahaannya.

Namun, seiring waktu kini setiap kendaraan penambang yang memuat material galian C untuk dibawa ke PT VDNI dan PT OSS di Kabupaten Konawe, ketika melintas di jembatan itu harus membayar Rp15 ribu, jika menolak maka tidak dipersilahkan untuk melintas.

Ia juga sangat menyayangkan kondisi tersebut apalagi jembatan tersebut dibangun menggunakan dana CSR untuk membantu pergerakan ekonomi di daerah itu dan jalan itu berstatus jalan umum. Ia mengaku telah bersurat ke Bupati setempat untuk mempertanyakan legalitas pungutan tersebut, namun pihaknya belum mendapat tanggapan.

Tak sampai di situ, pihaknya juga telah mendatangi Dinas Perhubungan Konawe Utara, namun belum mendapat respon, bahkan dia menerima informasi dari Dinas tersebut bahwa belum mendapat surat terkait pungutan tersebut.

“Surat yang saya masukan kepada Bapak Bupati sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya, apakah dibenarkan itu memungut Rp15 ribu per ton atau bagaimana. Tetapi menurut saya sebagai orang awam itu meskipun pemungutan Rp1.000 pun kalau tidak ada landasannya itu kan merupakan pungli,” ujar Dzulkifli.

Ia berharap pihak berwenang segera mengusut hal tersebut karena menurut dia dengan adanya pungutan liar tersebut dapat menimbulkan kerugian negara.

“Ini kan bukan kerugian saya, tetapi ini kerugian negara seharusnya ini dari pihak yang berwenang terkait hal itu harus menanggapi itu,” kata dia menegaskan.

Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Desa Poni-Poniki, Kecamatan Motui, Konawe Utara, Rahman Amin mengatakan bahwa menurut dia memang terdapat pungutan setiap kendaraan tambang yang memuat material saat melintas di jembatan yang ada di desa tersebut.

Menurut dia, pungutan yang dilakukan seharusnya hanya Rp15 ribu dengan rincian Rp10 ribu untuk perbaikan jembatan dan Rp5.000 untuk perbaikan jalan.

Meski begitu dia mengaku tidak mempermasalahkan soal dana pungutan yang Rp10 ribu untuk perbaikan jembatan, namun terkait dana Rp5 ribu yang disepakati untuk perbaikan jalan. Namun hingga saat ini jalan di desanya tak kunjung diperbaiki oleh oknum yang melakukan dugaan pemungutan liar.

“Karena jalan kami yang di sana itu memang sudah di aspal oleh pemerintah kabupaten. Alih-alih oknum (yang melakukan dugaan pungutan liar) ini berdalih dia akan perbaiki jalan itu, makanya ada pungutan Rp5.000. Tapi sampai saat ini jalan di Desa Poni-Poniki itu mulai tahun 2019 sampai hari ini belum ada perbaikan,” Terangnya.

Selain itu, dia juga mengaku bahwa pihaknya telah melakukan upaya protes berupa demonstrasi, namun tak kunjung mendapatkan respon positif.

“Yang saya demonstrasi itu bukan masalah kemana uang itu, tetapi yang saya tuntut itu karena saya tahu ketika mereka melewati jalan ada dana yang dipungut Rp5 ribu, jadi ini yang saya tuntut, persoalan jembatan itu saya tidak pernah permasalahkan,” jelasnya.

 

Dewa/ teramedia.id