Hukum & KriminalNews

Dugaan Kriminalisasi, LAM Sambangi Polda Sultra Kawal kasus Raja ke VIII Moronene

×

Dugaan Kriminalisasi, LAM Sambangi Polda Sultra Kawal kasus Raja ke VIII Moronene

Share this article

TERAMEDIA.ID, KOTA KENDARI – Lembaga Adat Moronene (LAM) menyampaikan mosi tidak percaya kepada Polda Sultra atas dugaan kriminalisasi yang dialami oleh Raja Moronene ke VIII Aswar Latif.

Ketua tim Advokat LAM, Mardhan saat ditemui awak media di Mako Polda Sultra Rabu 10/12/2025 menyampaikan kekecewaannya kepada pihak Polda Sultra atas dugaan kriminalisasi ini. Pasalnya, Aswar Latif (terlapor) distatuskan menjadi tersangka atas dasar pengrusakan, penguasaan dan pendudukan kawasan Hutan Produksi.

Tim advokat LAM mengklaim terlapor tidak melakukan pengrusakan, penguasaan, dan pendudukan kawasan hutan produksi. Mardhan menduga adanya kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berseberangan dengan terlapor.

“Kami menilai hal ini terjadi kejanggalan, karena hutan kawasan itu telah kami tinggalkan sejak tahun 2024 lalu, Tiba-tiba setahun setelahnya di 2025 kami di laporkan, sementara banyak pihak dan masyarakat lain yang juga melakukan kegiatan di  kawasan Hutan produksi ini,” jelasnya.

Menurut Mardhan, status lahan garapan tersebut sebelumnya adalah Areal Penggunaan Lain (APL), namun pada tahun 2024 berubah menjadi kawasan Hutan produksi tanpa sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Sultra. Tahun yang sama, berdirilah papan pemberitahuan bahwa lokasi garapan tersebut telah naik status menjadi kawasan Hutan Produksi sehingga terlapor meniggalkan wilayah tersebut.

“Ini bagian dari kami taat hukum, karena setahu kami itu sebelumnya adalah APL dan juga menjadi lahan adat dari leluhur kami, 2 minggu setelah papan pengumuman kawasan Hutan Produksi itu berdiri terlapor dalam hal ini raja Moronene ke VIII meninggalkan wilayah tersebut.” tegasnya.

“Tidak ada sosialisasi tiba-tiba naik status menjadi kawasan Hutan. Kalau yang di sangkakan adalah pengrusakan, penyidik telah hadir ke Tempat Kejadian Perkara (TKP)  dan melihat langsung bahwa kerusakan hutan itu bukan hanya di lakukan oleh terlapor. Ada banyak masyarakat lain yang melakukan hal yang sama, namun kenapa hanya raja kami yang ditindak.” tanyanya.

Olehnya, tim advokat LAM juga melakukan pelaporan terhadap beberapa nama untuk menegaskan bahwa lahan tersebut yang kini menjadi kawasan Hutan digarap oleh ratusan masyarakat.

“Kami akhirnya juga memasukkan laporan, saat ini sudah 8 nama yang kami laporkan, setiap waktu akan bertambah, dan kami juga membawa saksi kunci dari pihak kami yang mengatahui persis duduk persoalan di lahan tersebut,” terangnya.

Tak hanya raja ke VIII Moronene, Dugaan kriminalisasi ini juga dialami oleh Makmur salah seorang masyarakat yang membuka lahan untuk berkebun.

“Makmur memperoleh lahan tersebut melalui ganti rugi, namun setelah mengetahui lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan, Makmur berhenti menggarap lahan tersebut dan meninggal lokasi garapannya.”Ucapnya.

Atas dugaan kriminalisasi ini, pihaknya meminta Polda Sultra (Krimsus) agar menindaklanjuti laporan dan menegakkan hukum dengan adil.

“Kami harap krimsus tidak tebang pilih dalam menilai persoalan ini, kami juga sudah melakukan pelaporan, nanti kita lihat bagaimana tindakan yang dilakukan oleh krimsus, tapi saat ini atas dugaan yang di sangkakan pada raja ke VIII ini kami tidak percaya dan merasa adanya kriminalisasi yang dilakukan,” tutupnya.

Sampai berita ini terbit awak media masih berupaya menghubungi pihak Krimsus Polda Sultra dan Dinas Kehutanan Sultra

Penulis : Sultan

Editor :Dony