TERAMEDIA.ID, NASIONAL – Tepat 27 tahun yang lalu, 16 Agustus 1996 pukul 16.55 WIB, jurnalis Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin meninggal dunia di RS Bethesda, Yogyakarta. Dia sempat koma 3 hari setelah dianiaya oleh pria tak dikenal di depan rumahnya di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis KM 13, Bantul, Yogyakarta. Hasil investigasi wartawan Bernas yang bergabung dalam Tim Kijang Putih dan Tim Pencari Fakta dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta menghasilkan petunjuk bahwa Udin dibunuh karena berita-beritanya tentang kasus korupsi proyek Parangtritis di Bantul.
Sebelum meninggal, Udin kerap membuat berita yang mengkritisi kebijakan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo menjelang pemilihan kepala daerah, salah satunya soal upeti Rp 1 miliar kepada Yayasan Dharmais pimpinan Presiden Soeharto.
Penyelidikan kasus Udin oleh Polres Bantul penuh keganjilan. Polisi sempat menyeret seorang terdakwa bernama Dwi Sumaji alias Iwik. Namun, istri Udin, Marsiyem, yakin bahwa Iwik bukan orang yang membunuh suaminya. Pengadilan Negeri Bantul pun membebaskan Iwik karena tidak terbukti sebagai pembunuh Udin.
Penyidik Polres Bantul Sersan Mayor Edy Wuryanto yang terbukti bersalah menghilangkan barang bukti catatan milik Udin dan melarung darah Udin ke laut, hanya dihukum 10 bulan penjara. Edy Wuryanto bahkan tidak didakwa sebagai orang yang merekayasa pengungkapan kasus Udin. Sejak saat itu, kasus Udin pun dibiarkan begitu saja oleh polisi.
Kapolri Jenderal Polisi Sutarman dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tahun 2013 pernah mengakui bahwa ada kesalahan dalam proses penyidikan kasus Udin. Namun, sudah 21 kali Kapolda DIY berganti, kasus Udin masih suram. Semasa hidupnya, Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar pernah menegaskan bahwa kasus Udin tidak pernah kedaluwarsa.
Selama belum terungkap, selama itu pula polisi dan pemerintah Indonesia berutang kasus Udin yang dibunuh karena berita.
*Redaksi