PariwisataMetroNews

13 Kampung Wisata di Kota Kendari Butuh Monitoring dan Evaluasi

277
×

13 Kampung Wisata di Kota Kendari Butuh Monitoring dan Evaluasi

Share this article

TERAMEDIA.ID, KOTA KENDARI – Program pembentukan 13 Kampung Wisata di Kota Kendari merupakan langkah strategis Pemerintah Kota Kendari dalam mendiversifikasi destinasi wisata. Program ini bertujuan menjadikan kawasan-kawasan kelurahan sebagai poros baru pengembangan pariwisata yang tak melulu bertumpu pada pantai dan pusat kota, melainkan juga memperkenalkan potensi lokal yang tersembunyi di tengah-tengah masyarakat.

Kampung wisata menjadi harapan baru untuk menyelaraskan pembangunan sektor pariwisata dengan pemberdayaan masyarakat. Di dalamnya terkandung cita-cita besar: menghadirkan wisata berbasis alam, budaya, dan kearifan lokal secara berkelanjutan. Namun sebagaimana banyak inisiatif pembangunan lainnya, program ini menghadapi sejumlah tantangan di lapangan yang tak bisa diselesaikan secara instan.

Kampung Pelangi - Nambo

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kota Kendari, Hj. Sasriati, dalam keterangannya pada 22 Mei 2025, menjelaskan bahwa perjalanan program ini belum sepenuhnya sesuai dengan ekspektasi awal. Ia menegaskan perlunya intervensi serius, kolaboratif, dan berkelanjutan untuk memastikan 13 kampung wisata ini mampu berdiri kokoh sebagai destinasi yang hidup, berkembang, dan berdampak nyata bagi warga setempat.

Sejak pertama kali dicanangkan pada 2023, 13 kelurahan yang ditetapkan sebagai kampung wisata diharapkan menjadi motor penggerak pariwisata berbasis masyarakat. Harapannya, setiap kampung dapat merancang identitas wisatanya sendiri, memaksimalkan potensi unik yang dimiliki, dan mengelolanya dengan semangat gotong royong serta kreativitas warga lokal. Namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa proses pengembangan belum sepenuhnya berjalan optimal.

Salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah lemahnya kelembagaan di tingkat kampung. Banyak kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang masih berjuang mengorganisir dirinya, kekurangan pelatihan, serta belum memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya. Padahal, Pokdarwis adalah ujung tombak dalam menjalankan aktivitas pariwisata. Dari merekalah ide-ide kreatif, pengelolaan kegiatan, hingga interaksi langsung dengan wisatawan akan dimulai.

“Program Kampung Wisata saat ini perlu dilakukan monitoring dan evaluasi dalam upaya pembinaan serta pengawasan terkait kelembagaan di 13 kampung wisata. Begitu pula dengan aktivitas Pokdarwis agar mereka mampu mengembangkan potensi masing-masing wilayah secara optimal,” ungkap Sasriati.

Meski demikian, bukan berarti program ini tanpa keberhasilan. Salah satu contoh membanggakan datang dari Kampung Wisata Watu-Watu Puncak Victo. Kampung ini berhasil menembus 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Prestasi tersebut menjadi bukti bahwa potensi kampung wisata bukan angan-angan. Jika ada kemauan, pendampingan, dan pengelolaan yang tepat, maka kampung wisata bisa berkembang menjadi destinasi unggulan yang diakui secara nasional.

Keunikan dari masing-masing kampung wisata di Kendari adalah kekayaan yang belum seluruhnya tergali. Beberapa kampung memiliki potensi ekowisata seperti hutan mangrove dan sungai alami. Ada pula yang kuat di sektor budaya seperti seni tari, musik tradisional, dan upacara adat. Tidak sedikit kampung yang memiliki kekayaan kuliner khas pesisir, serta kerajinan tangan yang diwariskan turun-temurun. Sayangnya, sebagian besar potensi itu belum dikemas menjadi produk wisata yang menarik dan siap dikunjungi.

Menurut Disparekraf, agar program ini berlanjut dengan dampak nyata, diperlukan pendekatan terpadu lintas sektor. Selain promosi, penting untuk memperkuat kelembagaan lokal, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, membuka akses permodalan, serta membangun infrastruktur dasar yang mendukung kenyamanan wisatawan.

Pemberdayaan Pokdarwis akan menjadi kunci utama dalam upaya ini. Dengan pelatihan intensif, penguatan manajemen kelompok, serta jejaring kemitraan dengan pelaku usaha maupun lembaga pendidikan, Pokdarwis dapat menjadi aktor penting dalam mengelola potensi wisata secara profesional dan berkelanjutan.

Monitoring dan evaluasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari program ini. Bukan sekadar formalitas, tetapi alat ukur yang konkret untuk menilai progres masing-masing kampung. Evaluasi harus mampu menangkap dinamika di lapangan: apakah warga merasa dilibatkan? Apakah kegiatan wisata berjalan? Apa saja kendala dan bagaimana jalan keluarnya?

Pemerintah Kota Kendari melalui Disparekraf juga mendorong keterlibatan lintas sektor. Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas PU, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Dinas Pendidikan dinilai dapat berkontribusi memperkuat elemen-elemen pendukung wisata. Peran komunitas kreatif, pelaku seni, serta lembaga swasta melalui program CSR pun menjadi harapan besar dalam memperkuat jaringan pengembangan.

Sasriati menekankan pentingnya kolaborasi sebagai kunci keberhasilan. “Program ini tidak bisa jalan sendiri. Harus melibatkan semua unsur, termasuk pemerintah, masyarakat, swasta, dan komunitas. Kita semua punya tanggung jawab untuk menciptakan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Dengan semangat gotong royong dan arah yang jelas, bukan tidak mungkin ke depan 13 kampung wisata di Kota Kendari bisa tumbuh menjadi destinasi yang tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga menyimpan cerita dan nilai budaya yang otentik. Wisatawan yang datang tidak hanya akan menikmati keindahan alam, tapi juga belajar dan merasakan langsung kehidupan masyarakat lokal yang penuh keramahan, kreativitas, dan kearifan.

Kota Kendari memiliki peluang besar untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang merata dan berkeadilan. Kampung wisata adalah jembatan menuju tujuan tersebut. Dan selama jembatan itu terus diperkuat dan dijaga bersama, maka harapan menjadikan Kendari sebagai kota wisata berbasis komunitas akan menjadi kenyataan, bukan sekadar rencana di atas kertas.*(ADV-AN)

Editor:NZ